Berikutadalah konsep perdamaian dalam ayat-ayat al-Quran yang menerangkan bahwa Islam ialah agama kesatuan yang besar di alam yang besar ini. Kesatuan yang mencakup di dalamnya, bukan dalam masalah agama saja, akan tetapi juga masalah sosial. Bentuk-bentuk Perdamaian dalam Ayat al-Quran. 1) Budaya Perdamaian dalam Berperang (QS. al-Anfal: 61)Alquran ilustrasi Alquran terkadang mempunyai sisi penafsiran yang berbeda-beda JAKARTA – Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial dan perkembangan ilmu mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan Alquran. Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa keagungan firman Allah SWT dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Karena itulah, menurut Prof Quraish, seorang penafsir apabila membaca Alquran maka maknanya dapat menjadi jelas di hadapannya. Tetapi apabila ia membacanya sekali lagi, ia dapat menemukan makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya. Demikian seterusnya. Sehingga boleh jadi ia dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai makna berbeda-beda yang semuanya benar atau mungkin benar. Syekh Abdullah Darraz, sebagaimana dikutip Prof Quraish mengatakan, “Ayat-ayat Alquran bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.” Prof Quraish menjelaskan bahwa Alquran turun sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan perkembangan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang diamanahkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Untuk itu mufasir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Sehingga Alquran benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dengan batil, serta jalan keluar bagi setiap problema kehidupan yang dihadapi. Di samping itu, mufasir dituntut pula untuk menghapus kesalapahaman terhadap Alquran atau kandungan ayat-ayatnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Denganmengetahui ayat alquran tentang toleransi, diharapkan umat islam dapat mempraktikkannya sehingga kehidupan lebih damai dalam perbedaan. X. Scroll untuk melanjutkan membaca. Perbedaan Subhanallah dan Masyaallah, Jangan Tertukar Lagi ya! Keluarga. Baca Selanjutnya.
PengantarBenarkah ada versi alquran? Kalau benar, apa saja perbedaannya? Apakah perbedaan ini menghasilkan makna yang berbeda? Apa itu qiraat? Artikel ini menjelaskan suatu hal yang tidak diketahui oleh banyak umat islam dan memberikan penenangan bagi mereka yang mau feature image BasmallahBismillaahir Rahmaanir RahiimAlhamdulillaahi Rabbil Aalamiin, yang berkat karuniaNya kita memiliki kesehatan dan kesempatan untuk sama-sama belajar Shalawat dan salam juga selalu kita limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan semoga hal yang sama juga terlimpah untuk keluarganya, sahabatnya dan kita semua sebagai pengikutnyaAssalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Pendahuluan Satu fakta yang tidak diketahui kebanyakan muslim adalah bahwa alquran itu memiliki banyak versi seperti injil yang isinya berbeda, tapi versi dalam artian perbedaan jumlah ayat atau bunyi begitu, hal ini tidak membawa perbedaan dalam pesan ayat diibaratkan ini mirip dengan buku berupa tulisan dan tetap sama, tetapi berbeda cara ini pun sebenarnya dibenarkan oleh sumber paling utama yaitu nabi muhammad saw sebagai penerima Islam secara mayoritas biasanya tidak sadar mengenai perbedaan karena perbedaan yang ada ini hanya akan dirasakan oleh segelintir umat islam mayoritas umat islam hampir pasti tidak akan pernah merasakan perbedaan ini sama sekali, karena mereka selalu menggunakan versi alquran yang tempat tinggal umat islam yang “alqurannya berbeda” ini biasanya berada di afrika utara, seperti libya, maroko, aljazair dsb. Ada juga yang berada di afrika tengah dan sebagian kecil timur muslim yang tidak tinggal di negara-negara itu, hampir pasti tidak akan pernah bertemu dengan versi alquran lainnya ada yang bertanya, versi mana yang paling benar? Insya Allah jawabannya adalah versi mayoritas hafs memiliki kelebihan dalam utak atik matematika alquran, seperti perhitungan jumlah huruf di suatu ayat versi hafs yang bisa menghasilkan kesetimbangan dan ketepatan matematis, bukan versi diketahui juga, pengetahuan terhadap keterjagaan alquran di sini tidaklah begitu diperlukan dalam pengkaji alquran sebenarnya cukup menggunakan postulat keterjagaan sisi seorang muslim, ini juga bagian keimanan, sama seperti keimanan kepada hal-hal tentu saja adanya pengetahuan akan jauh lebih membawa kebaikan daripada ketiadaan pengetahuan mengenai keterjagaan alquranKegunaan utama jelas adalah seorang muslim yang memiliki pengetahuan ini tidak akan mudah dipengaruhi oleh propaganda anti memahami bahwa keterjagaan alquran bersifat obyektif, maka keimanan seseorang akan semakin ini juga semakin meneguhkan sifat keobyektifan dan kekonsistenan agama islam, suatu semangat dasar akhirnya, mengetahui hal ini juga akan membantu dalam menahan munculnya sikap mengetahui dinamika tersebarnya umat islam, seorang muslim tidak akan bersikap sok benar, merasa ahli surga karena untuk hal-hal yang bisa dikatakan primer, yaitu keterjagaan alquran, ada perbedaan di kalangan umat islam yang mutlak harus ditoleransi dan sini, semangat yang sama, juga haruslah lebih diterima lagi untuk hal-hal yang ini tentu saja selama tidak ada yang membawa keburukan, baik terhadap penyerahan diri kepada Allah atau akhirnya, kalau suatu paham membawa keburukan maka jelas mutlak harus mengenai perbedaan versi alquranPerbedaan versi alquran utamanya terkait dengan dua adalah perbedaan jumlah ayat. Situasi ini terjadi akibat perbedaan tanda berhenti penanda ayat, yang berefek pada perbedaan jumlah adalah perbedaan bacaan alquran, kata yang digunakan, dan kadangkala juga sedikit makna. Situasi ini terjadi akibat perbedaan dialek bahasa arab yang digunakan. Meskipun begitu, hal ini tidak akan mengakibatkan perbedaan makna atau pesan yang disampaikan oleh suatu ayat diketahui, perbedaan ini tidak ada hubungannya dengan hadits mengenai tujuh catatan sejarah, khalifah utsman ra sudah membakar semua arhuf selain arhuf quraisi. Dari sini, hadits tujuh arhuf tidak memiliki kegunaan lagi, karena sejak masa utsman ra sudah tersisa satu yang tersisa adalah metode perbacaan atau setelah utsman ra memusnahkan semua arhuf dan menyisakan satu saja, dirinya memberikan salinan alquran kepada umat islam di daerah berbeda. Tiap alquran itu dibaca secara berbeda oleh masing-masing masyarakat di tempat yang berbeda, akibat perbedaan dialek, logat ini seperti orang yang menuliskan surat dalam bahasa inggris, dan kemudian memberikan surat tersebut kepada orang-orang yang berbahasa inggris, tapi di daerah berbeda, seperti amerika, kanada, inggris dsb. Di sini semua surat tersebut, meskipun memiliki isi sama, tapi bunyi/suara pembacaan akan diketahui, perbedaan ini sebenarnya diajarkan oleh rasulullah karena ketika beliau mengajarkan islam kepada masyarakat yang berbeda kabilah/suku dengan dirinya, beliau menyesuaikan pembacaan alquran agar lebih sesuai dan mudah untuk lidah perbedaan ini diakibatkan oleh syiar qiraatUntuk diketahui, pada masa penulisan awal alquran, ayat alquran tidak memiliki tanda harakat, tanda titik islam pada masa itu, sebagian besar arab, sudah bisa memasukkan semua tanda tersebut ke dalam huruf arab lambat laun, islam berkembang dan tidak semua muslim baru adalah orang arab yang bisa membaca arab gundul tanpa harakat atau sinilah dilaksanakan penulisan alquran dengan harakat, tanda titik dsb. Penulisan ini disebut qiraat bisa dianggap sebagai ilmu untuk membantu orang non arab dalam membaca tulisan alquran masa awal, dengan memberikan tanda harakat, tanda titik alquran dengan harakat huruf vokal dilakukan mengikuti kebiasaan masyarakat setempat. Karena alquran sebelumnya sudah dibaca secara berbeda, oleh masyarakat yang berbeda, maka dari sinilah muncullah berbagai macam qiraat ini seperti penulisan logat/dialek secara resmi. Semua qiraat yang dibuat adalah qiraat yang sudah disepakati dan ditelusuri memiliki riwayat pengajaran kepada nabi muhammad semua qiraat sebenarnya adalah alquran yang sama, yang sama-sama diajarkan rasulullah apabila ada perbedaan pada pembacaan alquran, atau alquran yang dianggap berbeda dsb, sebenarnya itu hanyalah perbedaan qiraat, yang tidak menghasilkan perbedaan pada pesan/makna qiraatContoh paling gampang adalah kata Allah. Ada alquran dimana kata Allah itu vokal keduanya panjang Allaah dan ada juga yang pendek Allah.Biasanya kalau di indonesia yang dipakai adalah versi panjang, sedangkan versi pendek biasanya terbitan luar negeri. Keduanya sama saja maknanya dan merujuk pada Zat yang kadangkala dalam bahasa arab, perbedaan panjang pendek suatu vokal bisa menghasilkan makna yang jauh berbeda, sebagai contoh kata “la” pendek dan “laa” panjang. Tapi dalam situasi ini tidak demikian adanya. Untuk contoh-contoh lain bisa anda lihat di video ini. Apabila anda perhatikan, qiraat di sana, utamanya hanyalah perbedaan tanda harakat, dari yang “alaihim” menjadi “alaihum” dsb. Ini karena alquran utsmani tidak disebarkan dengan tanda harakat, masyarakat arab di daerah yang mengisi vokal harakat itu sesuai logat/dialek/kebiasaan qiraat dan ahrufApa Yang Dimaksud Dengan Ilmu Qiraat?Sekilas perkembangan huruf arabGaris hitam adalah rasm, yang sudah ada sebelum masa islam. Titik merah ijam, syakal adalah penanda titik untuk membedakan huruf-huruf yang bentuknya mirip. Garis biru adalah harakat sebagai bunyi vokalGambar di atas adalah bentuk tulisan arab tulisan arab ketika utsman menyebarkan salinan alquran, hanya berupa huruf-huruf konsonan yang berwarna hitam. Pada waktu itu belum ada tanda titik yang berwarna merah ijam dan juga tanda vokal harakat yang berwarna penutur arab sendiri yang harus mengisinya sesuai logat, kebiasaan dilihat juga, tanpa ada ada tanda titik merah, sulit bagi yang tidak bisa berbahasa arab untuk membedakan apakah akhir ayat tersebut harus berakhiran “nun” atau “ba” atau “ta” setelah islam berkembang, muncullah tanda merah untuk membantu muslim non arab yang tidak bisa membedakan huruf-huruf arab tersebut dalam membaca alquran. Sekaligus tanda biru untuk mereka yang tidak bisa memberikan harakat sendiri ilmu nahwu sharaf.Jadi warna merah ijam, syakal dan biru harakat sebenarnya adalah perkembangan bahasa arab untuk mempermudah non arab dalam membaca tulisan alquran arab. Pada masa sekarang juga, tulisan bahasa arab biasanya tidak memiliki tanda harakat biru, tapi tanda ijam merah biasanya tetap harakat biasanya hanya dipakai untuk menulis bacaan alquran seperti “alaihim” dan “alaihum” adalah perbedaan dalam mengisi warna perbedaan lainnya, huruf yang digunakan, terjadi dalam mengisi titik warna begitu, perbedaan huruf ini tidak menimbulkan perbedaan dalam pesan alquran dalam jumlah ayatPerbedaan paling jelas dalam qiraat adalah perbedaan jumlah ini perlu dipahami bagaimana pembentukan ayat oleh para ketahui bersama bahwa alquran diturunkan dalam bentuk suara yang didengar oleh rasulullah beliau menerima wahyu, beliau kemudian melafalkannya kepada para ini, barulah para sahabat menuliskan pelafalan itu ke dalam bentuk tulisan sahabat mengenai alquran ini diberikan penanda ketika rasulullah saw berhenti sejenak dalam pelafalan alquran beliau. Penanda tersebut biasanya menandakan ayat, tapi tidak dikarenakan suatu waktu rasulullah saw berhenti cukup panjang, sehingga tidak ada keraguan bahwa itu adalah berhenti karena ayat. Tapi dalam waktu lain, beliau sering juga hanya berhenti sebentar, dan kadangkala juga tidak berhenti sinilah, penulisan tanda berhenti tidaklah mutlak, yang menyebabkan penanda ayat sering tidak disepakati secara utsman ra menyebarkan mushaf ke daerah umat islam, untuk diingat lagi, bentuk arabnya adalah gundul, yang sangat sederhana, yang tidak ada tanda titik ada tanda berhenti, tapi tanda berhenti ini tidaklah mutlak menandakan ayat, karena banyak juga yang hanya jeda pendek mengambil nafas dsb. Masyarakat suatu daerah yang kemudian membacanya dan menganggapnya berhenti panjang sebagai ayat, atau sekedar berhenti pendek mengambil nafas, berhenti panjang tapi bisa dilanjutkan dsb, sesuai kebiasaan sini terjadi pembedaan antara satu daerah dan daerah lain dalam kaitannya dengan pembacaan tanda berhenti di dalam dilakukan pembentukan qiraat, permasalahan tanda berhenti ini diperbaiki secara waktu yang lama dianggap sebagai penanda akhir ayat. Tapi kadangkala untuk ayat yang sama, rasulullah kadangkala melafalkannya dengan penyambungan, ini sebabnya ada tanda dilarang berhenti LamAlif di akhir ayat, sebagai penanda meskipun akhir ayat dapat dibaca bersambung sinilah jumlah ayat untuk tiap qiraat menjadi versi tanda berhenti ayatContohnya adalah surat versi alquran versi normal di indonesia dimana alfatihah dimulai dari basmallah dan ayat ke-7 tergolong ada juga versi alquran lain diberi nama versi asing dimana alfatihah dimulai dari alhamdulillah dan ayat ke-7 versi normal terbagi dua, dimana ayat ke-6 diakhiri “alaihim”, dan ayat ke-7 dimulai dari kata “ghairi”.Jadi perbedaan diantara dua versi tersebut sebenarnya hanyalah perbedaan tanda berhenti yang dianggap sebagai ayat saja. Tapi secara keseluruhan tidak ada alquran dimana misalkan ayat ke-7 surat al-fatihah nyasar misalkan ke surat isi alquran, huruf-hurufnya secara berurutan, semua isinya cenderung selalu sama lagi-lagi ada perbedaan qiraat yang menyebabkan perbedaan huruf, bukan hanya harakat.Kalau ada perbedaan, maka itu terletak pada tempat berhenti penanda ayat, yang menyebabkan beberapa surat di alquran versi A memiliki perbedaan ayat daripada alquran versi B sebabnya ada banyak versi jumlah ayat alquran, ada yang bilang 6236, 6214, 6616 apabila isi dari semua alquran itu diperbandingkan, maka isinya selalu cenderung sama, secara urutan kata, dari al-fatihah sampai alquran dalam bunyi bacaanSelain perbedaan harakat dan tanda berhenti, yang menyebabkan perbedaan jumlah ayat, perbedaan lain adalah perbedaan huruf yang dipakai, yang berarti adalah perbedaan makna sebenarnya memang benar kalau dikatakan ada versi alquran dalam artian ada sebagian kata yang dipakai meskipun begitu semua alquran tersebut selalu memiliki makna/pesan yang sini kita akan menggunakan contoh alquran hafs umum dipakai di dunia dan warsh biasanya di afrika utara.Contoh ayat 285Salah satu perbedaan alquran hafs dan warsh adalah perbedaan di akhir ayat 2 kamu Bani Israel membunuh dirimu saudaramu sebangsa dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya. kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu juga terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab Taurat dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu/mereka 285Perhatikan kata yang dicetak tebal kamu dan meraka. Alquran hafs menggunakan redaksi “kamu perbuat” ta’maluun, dan warsh menggunakan redaksi “mereka perbuat” ya’maluun.Bagi orang yang tidak mengerti, atau memang berusaha mendiskreditkan alquran, maka perbedaan ini jelas adalah perbedaan apabila dikaji secara mendalam, sebenarnya tidaklah demikian karena kedua jenis kata itu, kata “kamu” atau “mereka”, semua tetap merujuk pada pihak yang sama yaitu bani versi hafs, seperti tidak ada jeda dengan kalimat sebelumnya. Jadi seorang pembaca alquran akan bisa menyimpulkan bahwa “kamu” merujuk sama dengan “kamu” di bagian depan ayat, yaitu bani pada versi warsh, kalimat ini seperti terpisah, dan terjeda, dan alquran seperti menutup ayat dengan berbicara kepada pembacanya. Akibatnya, di sini alquran tidak menggunakan redaksi “kamu”, tetapi “mereka” untuk tetap merujuk kepada bani kedua versi tersebut, hafs atau warsh, semuanya memiliki makna dan pesan sama, yaitu Allah SWT tidak lengah terhadap apa yang bani israil kamu/mereka memang harus diakui, ini adalah kata yang berbeda, tetapi merujuk pada suatu hal yang sama, dan pada akhirnya pesan ayat yang juga muasal perbedaan ini Seperti sudah dijelaskan, ketika mushaf utsman ra disebarkan, tulisan arab masih berupa tulisan arab gundul, yang tidak memiliki tanda titik sini, sebenarnya pada waktu itu, tidak ada mekanisme sama sekali untuk membedakan huruf-huruf arab yang memiliki bentuk depan atau tengah atau belakang sama. Contoh huruf semacam ini adalah huruf “ya” dua titik dibawah, “ta” dua titik di atas, “ba” satu titik di bawah, “nun” satu titik di atas, tsa tiga titik di atas.Semua huruf tersebut tidak bisa dibedakan, dan hanya kebiasaan serta pengetahuan orang arab terhadap bahasa arab yang membuat mereka bisa kebiasaan serta pengetahuan ini juga terpengaruh dari logat, dialek sinilah, tidak semua masyarakat akan membaca suatu bentuk depan sebagai “ya”, sebagian lain akan membacanya sebagai “ta”. Inilah sebabnya bisa muncul perbedaan “ya’maluun” dan “ta’ ada perbedaan lain lagiSelain dari semua perbedaan di atas, perbedaan harakat, perbedaan terhadap jumlah ayat, dan perbedaan terhadap huruf-huruf yang bentuknya sama yang ada tanda titiknya, yang semuanya diakibatkan qiraat, tidak ada lagi perbedaan di antara semua alquran yang beredar di kalau ada yang mengklaim ada perbedaan dalam bentuk partikel seperti “dan wawu” yang hilang, atau ada kata yang hilang, atau ayat yang hilang, maka hal itu tidak usah bukti terhadap perbedaan semacam itu tidak ada yang bersifat obyektif, dan hanya klaim sepihak dari mereka yang tidak ingin mengakui kesempurnaan bagi TIAPerbedaan dalam “versi” alquran ini bagi kelompok konvensional jelas tidak akan terasa membawa jauh adalah paksaan untuk menumbuhkan sikap bertoleransi sesama umat bagi pengkaji alquran dengan TIA, perbedaan ini memiliki manfaat yang sangat adanya versi alquran ini, tapi semuanya selalu berpijak pada aturan bahwa alquran terjaga dan selalu benar, maka ini memberikan pengkaji alquran dengan TIA tambahan data untuk memahami suatu ayat dengan lebih baik contoh adalah di ayat 285 alquran, anggap saja menggunakan versi hafs, juga tidak bisa berbahasa arab, bisa saja memaknai kata “kamu” bukan merujuk kepada bani israil, tetapi pembaca saja ini utamanya terjadi karena ketidaktelitian, karena kalau menggunakan aturan kuanta, maka makna kata “kamu” bisa merujuk pada bani israil atau pembaca sini haruslah dilakukan analisa dengan lebih mendalam lagi, dan hampir bisa dipastikan jawabannya adalah bani israil karena penggunaan tanda berhenti ilmu tajwid, dimana yang status berhenti di situ kurang apabila dikaji juga dengan versi warsh, seorang pengkaji alquran tidak perlu memikirkan kembali apakah kata “kamu” merujuk kepada pembaca alquran atau bani israil, ini karena jawabannya sangatlah jelas yaitu bani sini, versi alquran yang berbeda justru membantu dalam memahami alquran dengan lebih baik, mencegah terjadinya kesalahan pemahaman atau Tafsir Ilmiah AlquranPenutupMeskipun tidak semua alquran yang beredar di dunia sama persis, situasi ini bukan sesuatu yang perlu karena semuanya selalu memiliki kesamaan terhadap makna/pesan yang ini juga seharusnya memberikan pelajaran kepada umat islam untuk harus selalu bertoleransi terhadap kegiatan keagamaan yang akhirnya, fungsi utama alquran bukanlah sekedar bahan bacaan belaka. Tetapi sebagai pedoman, petunjuk yang lengkap dan terperinci untuk umat Laam Raa, inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,QS 111Wallaahu a’lam bish-shawaabdan Hanya Allah SWT yang Maha MengetahuiWassalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhAnda merasa tulisan ini bermanfaat?Tolong bantu kami dan orang lain dengan menyebarkannyaTerima kasihBacaan lainDaftar perbedaan qiraat harf dan warsh
Ayatyang ketiga tentang toleransi adalah bahwa perbedaan pandangan adalah ciptaan Allah. Dan kita tidak ada hak untuk menyatukan satu pandangan saja. "Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya." (QS.
Di antara mukjizat Alquran adalah segi bahasa berupa kata sama beda makna. Ilustrasi Alquran JAKARTA – Sejumlah kata dalam Alquran terdapat banyak kesamaan. Namun ada kata yang serupa dalam ayat-ayat kitab suci ini, namun ternyata memiliki makna yang berbeda. Dilansir dari laman Alukah pada Rabu 28/4, berikut beberapa perbedaan antara sejumlah kata dalam Alquran Semua yang disebutkan dalam Alquran dengan 'البروج' berarti bintang, namun ini berbeda dengan firman Allah SWT, pada ayat yang satu ini وَلَوۡ كُنۡتُمۡ فِىۡ بُرُوۡجٍ مُّشَيَّدَةٍ "kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh." QS An Nisa ayat 78. Di sisi lain, semua yang disebutkan dalam Alquran terkait 'البعل' diartikan sebagai suami. Namun ini berbeda pada ayat ini, اَتَدۡعُوۡنَ بَعۡلًا وَّتَذَرُوۡنَ اَحۡسَنَ الۡخٰلِقِيۡنَۙ "Patutkah kamu menyembah Ba’l dan kamu tinggalkan Allah sebaik-baik pencipta" QS As-Saffat ayat 125, ini sebutan bagi berhala. Selanjutnya, yang disebut dalam Alquran 'البكم' yang berarti orang yang tidak mendengar dan memahami kebenaran. Akan tetapi ini memiliki makna yang berbeda dalam ayat عُمۡيًا وَّبُكۡمًا وَّصُمًّا "buta, bisu, dan tuli" QS Al Isra ayat 97 أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ "salah satunya seorang bisu" QS An Nahl ayat 76, dengan artian orang yang tidak bisa berbicara. Kemudian dalam Alquran pada kata 'جثيًا' yang berarti semua. Namun berbeda pada ayat ini وَتَرٰى كُلَّ اُمَّةٍ جَاثِيَةً "Dan pada hari itu engkau akan melihat setiap umat berlutut" QS Al Jatsiyah ayat 28, yang artinya berlutut. Lalu dalam ayat Alquran dengan kata 'حُسبان' berarti perhitungan. Akan tetapi ini berbeda dalam ayat وَيُرۡسِلَ عَلَيۡهَا حُسۡبَانًا مِّنَ السَّمَآءِ "Dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu." QS Al Kahfi ayat 40 yang berarti siksaan. Sumber alukah
Ayatayat Al-Quran Tentang Shalat: Q.S Al-Baqarah: 45. وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ. "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) melalui sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi Sesungguhnya Al-Qur’an itu merupakan kitab yang mengandung banyak mukjizat. Salah satu wujud mukjizat itu adalah kandungannya yang tidak pernah berhenti mengalir. Setiap waktu selalu ada ilmu baru yang lahir dari Al-Qur’an. Sehingga tiap ayat bisa melahirkan ilmu yang berbeda-beda, tergantung siapa yang mencoba memaknainya. Para ahli tafsir sendiri sesungguhnya punya latar belakang pendekatan yang bervariasi ketika menggali ayat-ayatnya. Ada yang mendekati penafsiran Al-Qur’an dari segi bahasa, , ada pula yang menekankan dari segi tauhid dan keimanan, ada juga yang menekankan dari segi ilmu fiqihnya, ada lagi yang menekankan dari segi semangat perjuangan dan jihad, ada lagi yang menekankan dari segi sejarahnya. Dan masih banyak lagi corak dan macam tafsir. Namun dari kesemuanya itu, antara satu kitab tafsir dari ulama satu dengan kitab yang lainnya tidak mengalami perbedaan esensi yang saling bertabrakan antara ulama lainnya. Sebaliknya, masing-masing tafsir itu justru saling memperkaya tafsir lainnya. Suatu pelajaran menarik dan penting yang luput diungkap oleh sebuah kitab tafsir, akan kita temukan di dalam tafsir lainya. Khusus dalam ruang lingkup tafsir hukum fiqih, bila terjadi perbedaan dalam menafsirkan suatu ayat, memang merupakan hal yang harus diakui keberadaannya. Namun perbedaan itu tidak timbul kecuali memang disebabkan oleh ayat itu sendiri yang memberi peluang timbulnya perbedaan penafsiran. Sehingga kita tidak bisa menyalahkan para ahli tafsirnya karena mereka saling berbeda kesimpulan. Bahkan petunjuk Rasulullah SAW sebagai representasi dari Al-Qur’an yang berjalan, seringkali dipahami oleh para shahabat dengan versi yang berbeda-beda pula. Yang salah tentu bukan para shahabat memaknainya, melainkan kalimat dari Rasulullah SAW itu memang menimbulkan beberapa kesimpulan yang saling berbeda. Misalnya ketika Rasulullah SAW berpesan kepada pasukan untuk tidak shalat Ashr kecuali di perkampungan Yahudi Bani Quraidhzah. Sebagian pasukan mentaati perintah itu secara zahirnya, yaitu mereka tidak shalat Ashar meski matahari hampir terbenam. Sebab perjalanan mereka masih jauh dari tujuan. Barulah para malam hari mereka tiba dan sebagian dari mereka mengerjakan shalat Ashar di tempat yang ditentukan oleh Rasulullah SAW, meski waktunya sudah lewat. Sebagian lagi tetap shalat Ashar di jalan tepat pada waktunya, lantaran mereka memahami bahwa tujuan Rasulullah SAW melarang mereka shalat Ashar di perkampungan Yahudi Bani Quradhzah adalah agar perjalanan mereka lebih cepat. Namun apabila kenyataannya target itu tidak tercapai, tetap harus menjalankan shalat Ashar para waktunya. Ketika Rasulullah SAW mendengar perbedaan pendapat ini, beliau tidak menyalahkan salah satunya. Keduanya dibenarkan meski saling berbeda secara nyata. Maka demikian juga yang terjadi pada ayat-ayat Al-Qur’an, banyak di dalamnya kalimat yang bisa dipahami secara berbeda, tanpa harus keluar dari kaidah baku penafsiran. Di antaranya perbedaan para fuqaha dalam menafsirkan makna quru’ yang terdapat di dalam ayat berikut وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru’ . QS. Al-Baqarah 228 Ketika para ahli tafsir merujuk kepada ahli bahasa arab, ternyata makna quru’ itu memang ada 2 macam yang saling berbeda. Makna pertama adalah masa haidh sedangkan makna kedua adalah masa suci dari haidh. Keduanya sama-sama disebut dengan quru’ dalam bahasa arab. Dengan demikian, satu ayat ini mungkin bisa ditafsrikan menjadi tiga kali masa hadih, namun pada waktu yang sama bisa ditafsirkan menjadi tiga kali masa suci dari haidh. Kesalahan bukan di tangan para mufassir, melainkan Allah SWT sendiri yang menurunkan ayat ini. Tentunya Allah SWT kalau mau, bisa saja menyebutkan dengan kalimat yang jelas, tegas dan tidak mengandung makna ganda yang saling berbeda. Namun kenyataannya memang itulah yang ada. Sehingga kalau para ulama berbeda pendapat dalam menafsirknnya, merupakan bukan sebuah perbuatan dosa. Dan syariat Islam menyadari kemungkinan terjadinya perbedaan dalam menafsirkan suatu ayat. Tidak ada yang hina dalam masalah perbedaan tafsir hukum ini. Bahkan sebaliknya, kita bisa merasa bangga dengan kekayaan khazanah ilmu hukum Islam dengan ada banyaknya variasi pendapat lewat perbedaan cara memahami suatu dalil. Karena itu sejak dini para ulama salaf sudah mengembangkan sistem akhlaq dan etika berbeda pendapat. Di mana intinya adalah mereka saling menghormati, menjunjung tinggi dan saling menghargai pendapat saudaranya yang sekiranya tidak sama dengan apa yang mereka pahami. Tidak pernah kita dengar para salafus shalih itu saling mencaci, saling memaki atau saling menghujat bahkan mengumbar aib saudaranya di depan khalayak. Akhlaq mereka sungguh sangat mulia seiring bersama keluasan ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini seringkali berbanding terbalik dengan fenomena di masa kita sekarang ini. Begitu mudahnya orang-orang yang mengaku pengikut ulama salaf, namun perbuatan, perkataan dan akhlaqnya justru menginjak-injak etika para salaf. Lidah mereka lebih sering mencaci maki orang lain ketimbang berzikir kepada Allah. Tulisan mereka lebih sering merupakan hujatan dan umpatan ketimbang ajakan. Bahkan seringkali merasa hanya kelompok mereka saja yang berhak mengeluarkan fatwa, sedangkan siapapun yang punya fatwa yang berbeda dengan mereka, meski datang dari tulisan para salafushshalih sendiri, langsung dihujat habis-habisan dan dituduh sebagai ahli bid’ah yang pasti masuk neraka. Nauzu billahi min zalik. Padahal para salafus-shalih di masa lalu terbiasa dengan perbedaan pendapat. Justru ciri khas mereka adalah berbeda pendapat, namun tetap saling menyayangi bahkan sangat mesra. Caci maki, umpata, hujatan dan tuduhan sebagai ahli neraka tidak pernah mereka contohkan. Sebab perbedaan pendapat dalam masalah hukum adalah sebuah keniscayaan, mutlak dan pasti terjadi. Jangankan para ulama salaf, bahkan para shahabat pun seringkali mengalami berbeda pendapat. Padahal mereka hidup bersama Rasulullah SAW pada sebuah era yang disebut dengan khairul qurun masa terbaik. Tapi tidak satu dari shahabat itu yang memaki dengan sumpah serapah sambil menuding temannya sebagai calon penghuni neraka. Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh segelintir orang yang kerjanya menyumpahi orang lain yang tidak sependapat dengannya bukanlah termasuk ahli salaf, karena nama dan realitanya tidak nyambung. Semoga Allah SWT menghindarkan kita dari kejahilan dalam memahami agama, serta mencairkan ketegangan di antara sesama umat Islam, serta menghimpun hati jutaan umat Islam dewasa ini dalam sebuah kecintaan kepada Allah SWT. Sehingga mampu menerima perbedaan pendapat persis sebagaimana para ulam dahulu telah mempraktekkannya.
Adabeberapa ayat dalam Al quran yang menerangkan tentang riba. MENU. Dan bila kalian bersedekah, maka itu baik bagi kalian, bila kalian mengetahui." (QS Al-Baqarah: 278-280).
Mengapa Ulama Berbeda Pendapat Soal Jumlah Ayat Alquran?. Foto Seorang anak membaca Alquran. Ilustrasi Muslim. Ilustrasi anak Muslim. – Ayat-ayat Alquran hanya ditetapkan melalui riwayat dari Rasulullah SAW taufiqiy, dan dia bukanlah ruang lingkup ijtihad manusia. Namun, para ulama tetap berselisih pendapat mengenai jumlah ayat Alquran dalam bentuk angka. Nur Faizin dalam buku Tema Kontroversial Ulumul Quran menjelaskan, meski terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah ayat-ayat Alquran secara angka, namun hal itu tidak memunculkan keraguan seputar otentisitas Alquran. Sebab seluruh ulama terdahulu hingga sekarang sepakat bahwa yang dimaksud Alquran adalah yang tertulis dalam mushaf. Mulai dari Surah Al-Fatihah hingga Surah An-Nas tanpa penambahan atau pengurangan. Para ulama hanya berbeda pandangan dalam beberapa rumusan penghitungan ayat-ayat Alquran. Sebab-sebab perbedaan rumusan itu dapat diringkas ke dalam tiga huruf-huruf hijaiyah di awal beberapa surat. Kedua, basmalah, sebagian ulama menghitungnya sebagai dua ayat yang independen, sementara ulama yang lain tidak. Ketiga, perselisihan sahabat ketika mendengar bacaan Alquran Rasulullah SAW, antara bacaan yang berhenti karena memang akhir ayat dan yang berhenti karena waqaf. Sebagian sahabat meriwayatkannya sebagai ayat dan yang lain tidak. Imam Abu Amar Ad-Dhaniy mengatakan, para ulama menyepakati bilangan sebagai jumlah ayat Alquran, namun selebihnya mereka berselisih. Imam As-Suyuthi menukil Abdullah Al-Mushiliy bahwa ulama-ulama yang berselisih dalam jumlah ayat Alquran adalah ulama ahli Madinah, Makkah, Syam, Bashrah, dan pendapat mereka memiliki mata rantai sanad sampai kepada sahabat, sebagaimana dijelaskan secara terperinci dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Alquran. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini20Maret 2022. Kumpulan Hadits dan Ayat al-Quran Populer Tentang Ramadhan. Segala puji bagi Allah swt atas segala nikmat yang kita rasakan hingga saat ini. Termasuk nikmat iman, nikmat panjang umur dan nikmat sehat wal afiat hingga kita dapat memasuki bulan Rajab dan Sya'ban. Semoga Allah memberikan pula kesempatan kepada kita Foto Amina Wadud. Dok. Amina Wadud Jakarta, CNBC Indonesia - Ibadah salat Jumat bagi umat islam sudah tidak asing lagi bila dipimpin atau diimami oleh laki-laki. Hal itu sebab sejatinya salat Jumat memang diutamakan untuk apa jadinya bila ibadah salat Jumat diimami oleh seorang perempuan?Amina Wadud Muhsin menjadi perempuan pertama yang memimpin ibadah salat Jumat di Amerika Serikat dan di Inggris. Lahir pada 25 September 1952, Amina Wadud bukanlah Islam sejak lahir. Bapaknya adalah seorang pendeta ternama di Amerika Serikat. Dia sendiri memiliki nama akte Mary Teasley. Barulah saat usia 20 tahun dia memutuskan pindah agama ke Islam dan mengubah namanya menjadi yang dikenal saat Inside the Gender Jihad Women's Reform in Islam 2006, Wadud bercerita keputusan ini didasari oleh diskriminasi yang dialaminya sebagai perempuan Afrika-Amerika yang beragama keturunan Afrika, miskin dan tidak berdaya, itulah yang dialami Wadud selama 20 tahun hidup pertamanya. Saat berada di bawah rasisme seperti itulah, dia melihat Islam sebagai agama keadilan di tengah ketidakadilan yang dianggap dapat melindungi dan mendukung posisinya sebagai perempuan dari kelas berbeda. Setelah menjadi Islam itulah Wadud banyak belajar tentang bahasa Arab, Alquran, dan dia kuliah sampai ke Kairo, Mesir. Selama berkelana mencari ilmu, Wadud melihat ada yang salah terhadap penafsiran itu, menurutnya, terletak pada besarnya subjektifitas penafsir yang didominasi laki-laki. Ini membuat mereka memberi kedudukan eksklusif bagi kaumnya sesama Qur'an and Woman 1999, Wadud menganggap tafsir Alquran bersifat dinamis, sehingga harus terus menerus ditafsirkan. Baginya, ini bertujuan untuk mencapai "the lived state of Islam".Maka, dalam berbagai karyanya dia ingin menemukan atau mengangkat kembali jati diri perempuan Muslim yang telah "dirampas" oleh penafsiran yang bias. Satu-satunya cara adalah merumuskan ulang makna dan tafsir kesetaraan laki-laki dan mengutip Qur'an and Woman 1999, tafsir yang dilakukan Wadud berdasarkan metode hermeneutika tauhid. Maksudnya, dia berupaya menganalisis teks ayat-ayat Alquran dengan memusatkan pada susunan bahasa yang bermakna ganda. Dari sini dia mampu membongkar persepsi interpretasi tentang saat membaca satu per satu ayat Alquran, dia berupaya memahami konteksnya, melihat kedudukan ayat tersebut dengan ayat lain, melihat kesamaan bahasa dan struktur di seluruh bagian kitab semua dilakukan untuk mengambil 'jiwa' dari ayat-ayat Alquran demi tercapainya visi riset "Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina Wadud Perspektif Hermeneutika Gadamer" 2015, salah satu sorotan Wadud adalah tentang penciptaan Al-Quran berdasarkan An-Nisa ayat 1 yang membahas kalau Tuhan menciptakan laki-laki Adam dari sumber yang satu, kemudian baru diciptakan perempuan Hawa dari sumber bagian dari diri tafsir tradisional, ayat tersebut memberi pernyataan bahwa perempuan Hawa diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Artinya, kehadiran perempuan bergantung pada laki-laki atau laki-laki berperan penting bagi Wadud, pandangan ini jelas keliru dan harus dilakukan reinterpretasi. Berdasarkan metodenya, dia membedah satu per satu kata dalam ayat tersebut. Lalu mendudukkannya pada konteks dengan ayat lain. Dari sini dia menghasilkan satu tafsir baru. Bahwa tidak ada pernyataan Al-Quran bahwa laki-laki lebih penting dari perempuan. Kata Wadud, "Penciptaan laki-laki dan perempuan sebagai sebuah pasangan merupakan bagian rencana Allah. Dengan kata lain, antara kedua bagian dalam pasangan tersebut sama pentingnya." Keduanya tercipta dari sistem berpasang-pasangan. Namun, Wadud juga memaklumi apabila ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah fungsi di atas hanya satu dari ratusan tafsir Wadud. Meski demikian, bukan berarti tafsirannya tidak ditentang banyak orang. Justru, hujatan terus menerus diterimanya yang melawan pandangan diskriminatif terhadap satu kontroversi paling besar yang melibatkan Wadud adalah saat dia menjadi perempuan pertama di dunia yang memimpin Salat Jumat di New York 2005 dan Oxford 2008.Wadud yang sudah menafsirkan Al-Quran, memandang tidak ada yang salah dari keputusannya, karena Al-Quran tidak melarangnya. Jelas, tindakan ini menuai kontroversi dari dunia."Bisa-bisanya salat Jumat yang makmumnya adalah laki-laki, dipimpin oleh seorang perempuan," begitu kira-kira isi mayoritas laporan BBC Indonesia 15 April 2022, Wadud kini menghabiskan sisa hidupnya dengan bermukim di Yogyakarta. Di sana dia aktif mengajar di UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada. [GambasVideo CNBC] Artikel Selanjutnya 7 Tanaman Ini Disebut di Alquran & Bisa Bawa Energi Positif luc/lucKarenaitu orang Islam harus memahami artinya, mengetahui rahasianya, dan mengamalkan isi Alquran itu untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Tidak sama semua orang itu dapat memahami lafadz-lafadz dan ibarat-ibarat, di samping menjelaskan keterangan ayat-ayatnya itu. Cara dan kemampuan berpikir orang itu berlain-lainan mengenai – Terlahir sebagai makhluk sosial, manusia secara otomatis harus hidup berdampingan dengan sesama. Sesama dalam hal agama, suku, bangsa, bahasa, keyakinan, ideologi, dan lainnya. Akan tetapi, menjadi sebuah keniscayaannya adalah kita dan yang lain tidak mungkin sama dalam semua hal, sehingga sangat besar kemungkinan terjadi sebuah konflik tergantung dari bagaimana kita dapat memahami dan mengambil sikap atas segala jurang perbedaan yang ada. Dalam konteks bangsa kita yang majemuk, persatuan dan kesatuan harus tetap dijaga untuk mewujudkan masyarakat yang rukun, damai, guyub, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri yang kerap terjadi salah satunya ialah konflik yang pada dasarnya merupakan konflik kepentingan politik dan ekonomi, bukan konflik agama, namun agama kerap menjadi alat untuk membakar konflik tersebut. Sangat mustahil untuk menyatukan dua hal atau lebih yang berbeda dari segala aspek, namun tidak mustahil pula untuk menemukan titik temu di antara perbedaan-perbedaan Dr. Alwi Shihab menjelaskan, setidaknya ada 5 petunjuk Alquran, dari perspektif kita umat Muslim, untuk dapat berinteraksi dengan para Ahlul Kitab Muslim, Nasrani, Yahudi, dan Umat terdahulu sebagai titik temu agar kita dapat bersosialisasi positif dengan merekaMengedepankan dialog dengan cara yang baik. Al-Ankabut 46وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖKita dapat berdialog untuk membahas dan bekerja sama dengan mereka untuk hal-hal yang dapat dirasakan bersama manfaat dan maslahatnya, seperti tentang kerja sosial kemanusiaan, lingkungan hidup, teknologi, pendidikan, ekonomi, juga perdamaian poin-poin tersebut, besar kemungkinan kita dapat saling bahu-membahu menciptakan lingkungan masyarakat yang saling menyayangi, saling melindungi, saling membantu, dan saling bergerak maju ke depan bersama dalam kemajuan zaman. Sehingga masing-masing dari kita dapat bertukar pikiran untuk dapat memahami hajat yang dapat dipenuhi tidak sedikit yang menentang hal ini, namun yang perlu digaris bawahi, penafsiran dan pendapat ulama adalah sebuat pendapat, bukan agama itu sendiri, sehingga bukan bagian dari nash agama atau prinsip yang baik dan adil kepada mereka yang tidak memerangi dan mengusir kita dari negeri sendiri. Al-Mumtahanah 8لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَTerlebih dalam kawasan NKRI, semua warga apapun agamanya telah dijamin keamanan dan keselamatannya, juga sebagai pengejawantahan atas sila ketiga dari Pancasila. Maka WAJIB hukumnya bagi kita untuk berbuat baik dan adil kepada agamanya, setiap warga Negara telah merdeka, tidak ada yang dapat mengusir kelompok lainnya dengan mengatasnamakan agama, karena tidak hanya perundang-undangan Negara yang mengatur hal tersebut, melainkan juga Alquran yang telah berbicara demikian. Hal ini dapat kita pelajari dari kisah hidup keteladan para Nabi dan Rasul, serta interaksi mereka yang akrab terhadap kelompok agama mereka menuju titik persamaan. Ali Imran 64قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔاKita harus aktif untuk mengajak Ahlul Kitab yang lainnya menuju titik persamaan, bukan justru memprovokasi yang lain untuk menjauh, membenci, bahkan memerangi mereka. Bahagia tidak akan didapatkan jika kita bersikap demikian, maka tidak ada salahnya kita mengenal, berteman, bahkan melakukan pekerjaan-pekerjaan baik bersama, sehingga kitapun akan merasakan kebahagiaan bersama-sama. Tidak lain supaya terjalin hubungan yang produktif dalam hidup ajaran dan jalan masing-masing. Al-Maidah 48وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙMengenal, berteman baik, dan saling berbagi dengan Ahlul Kitab lainnya tidak serta merta menjadikan keyakinan kita menjadi sama dengan yang mereka yakini. Oleh karena itu, kita hendaknya senantiasa menghormati ajaran dan jalan masing-masing, terlebih kita dapat membantu mereka melaksanakan ibadah dengan baik dan aman, tentunya menjadi ladang kebahagiaan tersendiri bagi dalam ayat di atas, jika mau, Tuhan pasti akan menciptakan kita semua menjadi satu kelompok agama saja, namun Ia menginginkan kita menjadi bermacam-macam agar kita dapat saling mengenal, saling mengisi, saling memahami, dan juga saling membantu dalam kebaikan. Dan perlu ditekankan, hendaknya kita tidak membandingkan realitas sejarah dengan nilai-nilai luhur dalam jalan damai. Al-Anfal 61وَاِنْ جَنَحُوْا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُPerdamaian dan keselamatan adalah tujuan bersama. Oleh sebab itu, semua pemeluk agama hendaknya terus berusaha untuk memberi dan menerima perdamaian yang diciptakan. Dengan terciptanya perdamaian, apapun agamanya, para pemeluknya dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan tanpa perdamaian tidak tercipta, semuanya akan hidup dalam kegelisahan, ketakutan, bahkan untuk ibadah pun akan sangat sulit dilakukan. Sekalipun ada pertikaian, kita dianjurkan untuk memberi maaf, walaupun ada jalan untuk balas dendam. []
1) Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (3) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah (6) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". 2.
— Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang paling ringan dan paling utama. Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia. Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras. Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun atas dasar hawa nafsu. Artinya “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Qs. Al-Baqarah256 Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar dan tidak berlebih-lebihan sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri. Ayat ini menjadi dasar bahwa Islam tidak disebarkan dengan pedang. Islam tidak dapat didakwahkan dengan bom. Islam adalah agama kesadaran. Islam adalah rahmatan lil alamin, saling mengasihi terhadap seluruh isi alam. Ayat yang kedua yang mewajibkan toleransi adalah Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolok-ngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. QS. AI-Hujarat 11 Ini adalah ayat yang luar biasa. Inilah filter hati dan pikiran kita sebelum berbuat apapun. Tidak ada prasangka buruk. Bersih hati, itulah awal segala sikap, awal segala perbuatan. Apapun yang kita lihat, yang kita dengar, dilarang kita berprasangka buruk, dasar ajaran Al-Quran adalah praduga tak bersalah. Dan ditekankan lagi bahwa yang kita sangka buruk bisa jadi adalah lebih baik dari kita. Karena yang kita anggap buruk dan kita anggap salah hanyalah prasangka kita saja. Dan prasangka sedikitpun tidak akan pernah mencapai kepada kebenaran. Hanya Allah-lah yang benar. Allah-lah yang menilai kebenaran dan kesalahan seseorang. Ayat yang ketiga tentang toleransi adalah bahwa perbedaan pandangan adalah ciptaan Allah. Dan kita tidak ada hak untuk menyatukan satu pandangan saja. “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.” QS. Yunus 10 99 Setelah kita membaca beberapa ayat tentang toleransi tersebut, lalu sikap apa yang harus kita ambil dalam menghadapi segala perbedaan yang sudah menjadi kodrat alam ini? Yang pertama, yang harus kita tahu bahwa segala perbedaan yang ada, baik perbedaan agama, ras, suku, bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin sengaja diciptakan oleh Allah dengan maksud agar kita saling mengenal, saling memahami dan saling mengerti. Dan perbedaan itu semua bukanlah tolok ukur suatu kemuliaan, demikian diterangkan didalam Al-Quran surat Al-Hujurat13 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lak-ilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaannya, bukan selainnya. Bahkan mengetahui bahwa Tuhan alam semesta ini adalah Allah bukanlah suatu jaminan akan kebaikan dan kemuliaan, karena yang dikehendaki oleh Allah adalah ketakwaan. Katakanlah “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” Qs. Yunus31 Kita semua sudah tahu bahwa Allah-lah Tuhan sejati, Allah-lah pemberi rizki, bahkan kita sudah bersyahadat bahwa tidak ada Tuham selain Allah. Tapi bukan itu semata yang dikehendaki Allah. Allah menghendaki ketakwaan kita. Maka, marilah kita benar-benar bertakwa dengan sebenar-benar takwa yang poin-poinnya selaian beriman kepada Allah juga melakukan perbuatan-perbuatan baik, yaitu sedekah baik ketika lapang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan kesalahan orang, menepati janji dan sebagainya. Sikap yang kedua yang kita ambil terhadap perbedaan adalah adil, sebagaimana sikap Nabi Muhammad terhadap kaum lain. “Maka karena itu serulah mereka kepada agama ini dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali kita “. Asy-Syura15 Terhadap agama lain, terhadap kelompok lain, madzhab lain, aliran lain kita diwajibkan berlaku adil. Tidak ada batasan dalam toleransi berbuat baik dan hormat menghormati. Urusan keyakinan benar dan salahnya nanti Allah yang akan mengadili, bukan hak dan wewenang kita. “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Qs. Al-Mumtahanah8 Kita hanya dilarang berbuat kepada orang yang memerangi kita dan mengusir kita dari kampung halaman kita. Artinya walaupun dia seorang muslim akan tetapi jika dia memerangi kita, merampok rumah kita, membuat keonaran di wilayah kita, itu harus kita perangi. Sebaliknya, walapun berbeda agama, berbeda aliran, selama tidak memerangi kita maka tidak ada hak kita untuk tidak adil terhadap mereka. Itulah Toleransi yang sebenarnya di dalam Al-Quran Sikap kita yang ketiga terhadap perbedaan adalah hanya “Marilah berlomba-lomba dalam berbuat baik”. ٌ “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Qs. Al-Baqarah148 Mari kita tunjukkan kita adalah muslim yang baik, muslim yang mengenal ajaran Islam yang suci. Mari berlomba-lomba berbuat baik. Itulah modal persembahan kita kepada Allah saat menghadap nanti. Bukan teriakan Allohu Akbar kita yang kita persembahkan kepada Allah, tapi perbuatan baik kita selama masih hidup ini. Mari lihat sekeliling kita, santuni anak yatim, kasih makan fakir miskin, sehingga kita tidak termasuk sebagai pendusta-pendusta agama. *KBiKb.